Selamat Membaca

Senin, 11 Mei 2015

Siapa Suruh Tidak Merokok?



Masak hanya gara-gara satu orang gak penting saja, aku gak bisa ngerokok bebas sih? Ini negara bebas bung, kau siapa? Kau bukan pejabat kantor. Kau bukan senior. Terus buat apa aku harus sungkan buat nggak ngerokok di depanmu? Ah, sok penting kau ini.
Selalu pake alasan, "Bapakku di rumah aja gak berani ngerokok di depanku, kalo di rumah selalu ngerokok diluar, gak pernah di dalam rumah." Gak ada alasan lain kau? Itu terus yang kau bilang. Hoi, aku bukan bapak kau. Ya wajar lah di rumahmu dia ngerokok di luar, yang ngerokok kan dia sendiri. Lha ini, yang ngerokok bukan aku doang. Tuh yang lain gak masalah kan aku ngerokok di dalem rumah, di depanmu, di belakangmu, di sampingmu, terserah aku kan. Bisanya cuma protes aja kau!

Sumber Gambar

Hei hei anak cupu, sini aku kasih tau. Ngerokok itu keren, bisa banyak temen, gak cuma jadi orang pendiem kayak kau ini. Cuma dengan pinjem korek api saja bisa mempererat silaturahmi, bisa jadi nambah temen. Temen banyak, rejeki banyak. Bisa mempererat tali persaudaraan pula, ngopi-ngopi, ngobrol, sambil ngerokok, ah mantap kali kan? Gak kayak kau ini dasar cupu, tak pandai cari teman pula. Jadi perokok juga ngajarin kita jadi orang yang suka berbagi, saling gantian beliin rokok, kalo ada yang gak punya, ya dikasih bisa ngerokok bareng. Ngerokok itu juga istimewa, dimana-mana bebas ngerokok, apalagi di Indonesia nih, surga para perokok. Apalagi kan katanya, perokok pasif dapet efek yang lebih berbahaya daripada kami yang ngerokok. Makanya, ngerokok aja kau.

Kau yang gak ngerokok harus ngertiin kami dong, kalo gak mau gabung ngobrol-ngobrol pas kami lagi ngerokok ya pergi aja sana, sembunyi dari asep sana hahaha. Kau gak ngerokok aja kalau olahraga juga kalah sama aku, futsal baru 5 menit aja udah gak kuat. Olahraga sejam aja udah ngos-ngosan napas kau. Cemen banget kan. Sini aja bisa kuat olahraga berjam-jam, berkali-kali pula dalam sehari.

Yaa kecuali kalau kau tak sehat seperti layaknya orang pada umumnya. Mungkin waktu kecil kau pernah sakit paru-paru, terus sampai sekarang kau tak kuat jika terkena asap rokok. Atau kau punya penyakit lain yang bisa kambuh jika kena asap rokok. Atau... Yah, kau bisa bilang lah ya. Jadi aku bisa menyesuaikan buat gak ngerokok di dekatmu mungkin, aku juga bisa gak ngerokok jika sedang dalam ruangan yang tak cukup luas. Tapi itu hanya sedikit pengecualian saja. Tapi buat kau? Ah tak mungkin kan?





Catatan : penulis bukan perokok, cerita ini hanya perumpamaan semata :D

jhorendra.

Minggu, 01 Maret 2015

Di Ujung Dermaga

Langkahku memasuki dermaga yang sampai sekarang tak pernah terpikir dalam benakku aku bisa sampai disini. Bukan, ini bukan dermaga di kota pelabuhan di Britania Raya, Liverpool. Aku tidak akan bercerita tentang klub sepak bola kesayanganku itu.

Photo by jhorendra

Senja yang berbeda...
Tapi meskipun dengan zona waktu yang sedikit lebih cepat dan tempat yang asing, jingganya masih sama, mempesona! Gradasi warna jingga yang berpadu dengan begitu eloknya. Kapal-kapal bersandar di pinggir dermaga memancarkan siluet yang luar biasa. Terkadang burung-burung terbang lewat begitu saja dengan nyanyian merdunya.
Desiran ombak mengingatkanku bahwa Indonesia memang luas. Jujur, kau tak akan mengenal Indonesia sebelum kau keluar dari "kamar"mu yang nyaman. Kau tak akan tau indahnya Indonesia sebelum kau melihat senja ditempat yang berbeda. Kau pun tak akan pernah tau uniknya Indonesia sebelum kau mengenal orang-orang dari berbagai suku di Indonesia.
Indonesia memang luar biasa bukan?
Bagaimana tidak luar biasa, setiap pembukaan pendaftaran Calon Pegawai Negeri Sipil saja yang mendaftar sampai jutaan orang dengan peluang diterima sangat kecil sekali.
Ah, aku tak akan berbincang tentang penerimaan CPNS di Indonesia. Aku pun tak akan berbicara lebih jauh soal melindungi Indonesia yang luas dan indah ini. Terlalu berat!
Hanya saja, kebetulan aku sedang berada di dermaga, duduk, memandangi laut, menikmati senja dan tersadar bahwa aku sudah tak ada di kota yang istimewa itu lagi.

-----

"Inilah kami. Kami satu tempat pendidikan, tapi kami dipisahkan satu sama lain ke seluruh NKRI. Kami ada dari Sabang sampau Merauke. Tugas yang mulia untuk berperan mengisi kas negara. Bukan semata mencari uang, menjaga tapal batas pun ada di pundak kami. Kami bangga!" - Adib Yahya S. (dengan sedikit perubahan)

Yaah, sejak pendidikan memang sudah diberi doktrin bahwa negara Indonesia itu indah kok. Kita bisa keliling Indonesia gratis kok. Kita bisa mengenal daerah yang sebelumnya belum pernah kita tau.
Bahkan sebelum mulai pendidikan pun sudah ditanya kesiapan ditempatkan di seluruh Indonesia.
Siap? Ah, itu seakan bukan lagi pertanyaan kesiapan. Ya memang harus siap!

-----

Photo by jhorendra
Tarakan, Kalimantan Utara.
Pernah tau daerah itu?
Jika bukan karena tugas, aku pun tak tau. Terbayang pun tidak.

Menjadi abdi negara. Menjadi abdi masyarakat. Yah, begitulah cara mereka menguatkan diri.
Bukannya kita masuk ke lingkungan ini memang sudah memiliki kewajiban menjadi abdi negara, abdi masyarakat? Bukannya itu tugas mulia? Iya, benar.
Tapi, seorang pemuda yang belum genap 20 tahun, kurasa telalu berat jika ngomonhgin soal abdi negara. Memakai seragam kantor saja belum, mau ngomong soal pengabdian. Mengenal instansi saja baru, mau ngomong soal pengabdian.
Seorang abdi tak akan menangis jika mendapat tugas di perbatasan kan?
Seorang abdi tak akan melompat-lompat kegirangan ketika bertugas di kota tetangga kan?
Seorang abdi tak akan mengeluh ditugaskan ditempat yang tidak diinginkan meskipun itu masih satu pulau sementara temannya berada dipulau lain, kan?
Siapa yang akan percaya? Lebih masuk akal bicara soal menghibur diri ditempat yang baru, mungkin seperti mendapatkan spot foto yang bagus dan bisa di upload di akun instagram.

Hanya do'a dan harapan yang menguatkan hati untuk tetap semangat disini. Harapan untuk bisa bertemu lagi dengan orang-orang istimewa yang berdiri hingga kereta berangkat, tempo hari. Harapan untuk bisa beegurau lagi dengan kawan-kawan yang melambaikan tangan di depan gedung SMA. Harapan untuk bisa menikmati kota istimewa, menikmati senja disana, menikmati hari-hari denganmu, mungkin.

Jingga di dermaga perlahan-lahan mulai menghilang. Semakin tak terlihat ujungnya. Lautan hanya terlihat lautan. Pulau seberang pun tampak jauh sekali, walaupun hanya 3 jam saja bisa ditempuh dengan pesawat. 
Yang pasti, dermaga pasti ada ujungnya. Kapal yang bersandar pasti akan berlayar silih berganti diiringi burung-burung yang bernyanyi riang. Orang pasti datang dan pergi, dan rumah adalah tujuan yang tepat untuk kembali, suatu saat nanti.
Jika bukan do'a, harapan, dan tetap berusaha, apa lagi yang bisa dilakukan?



jhorendra.

Terima kasih sudah berkunjung

 

padepokan abu-abu Copyright © 2015 -- Powered by jhorendra