Selamat Membaca

Senin, 11 Mei 2015

Siapa Suruh Tidak Merokok?



Masak hanya gara-gara satu orang gak penting saja, aku gak bisa ngerokok bebas sih? Ini negara bebas bung, kau siapa? Kau bukan pejabat kantor. Kau bukan senior. Terus buat apa aku harus sungkan buat nggak ngerokok di depanmu? Ah, sok penting kau ini.
Selalu pake alasan, "Bapakku di rumah aja gak berani ngerokok di depanku, kalo di rumah selalu ngerokok diluar, gak pernah di dalam rumah." Gak ada alasan lain kau? Itu terus yang kau bilang. Hoi, aku bukan bapak kau. Ya wajar lah di rumahmu dia ngerokok di luar, yang ngerokok kan dia sendiri. Lha ini, yang ngerokok bukan aku doang. Tuh yang lain gak masalah kan aku ngerokok di dalem rumah, di depanmu, di belakangmu, di sampingmu, terserah aku kan. Bisanya cuma protes aja kau!

Sumber Gambar

Hei hei anak cupu, sini aku kasih tau. Ngerokok itu keren, bisa banyak temen, gak cuma jadi orang pendiem kayak kau ini. Cuma dengan pinjem korek api saja bisa mempererat silaturahmi, bisa jadi nambah temen. Temen banyak, rejeki banyak. Bisa mempererat tali persaudaraan pula, ngopi-ngopi, ngobrol, sambil ngerokok, ah mantap kali kan? Gak kayak kau ini dasar cupu, tak pandai cari teman pula. Jadi perokok juga ngajarin kita jadi orang yang suka berbagi, saling gantian beliin rokok, kalo ada yang gak punya, ya dikasih bisa ngerokok bareng. Ngerokok itu juga istimewa, dimana-mana bebas ngerokok, apalagi di Indonesia nih, surga para perokok. Apalagi kan katanya, perokok pasif dapet efek yang lebih berbahaya daripada kami yang ngerokok. Makanya, ngerokok aja kau.

Kau yang gak ngerokok harus ngertiin kami dong, kalo gak mau gabung ngobrol-ngobrol pas kami lagi ngerokok ya pergi aja sana, sembunyi dari asep sana hahaha. Kau gak ngerokok aja kalau olahraga juga kalah sama aku, futsal baru 5 menit aja udah gak kuat. Olahraga sejam aja udah ngos-ngosan napas kau. Cemen banget kan. Sini aja bisa kuat olahraga berjam-jam, berkali-kali pula dalam sehari.

Yaa kecuali kalau kau tak sehat seperti layaknya orang pada umumnya. Mungkin waktu kecil kau pernah sakit paru-paru, terus sampai sekarang kau tak kuat jika terkena asap rokok. Atau kau punya penyakit lain yang bisa kambuh jika kena asap rokok. Atau... Yah, kau bisa bilang lah ya. Jadi aku bisa menyesuaikan buat gak ngerokok di dekatmu mungkin, aku juga bisa gak ngerokok jika sedang dalam ruangan yang tak cukup luas. Tapi itu hanya sedikit pengecualian saja. Tapi buat kau? Ah tak mungkin kan?





Catatan : penulis bukan perokok, cerita ini hanya perumpamaan semata :D

jhorendra.

Minggu, 01 Maret 2015

Di Ujung Dermaga

Langkahku memasuki dermaga yang sampai sekarang tak pernah terpikir dalam benakku aku bisa sampai disini. Bukan, ini bukan dermaga di kota pelabuhan di Britania Raya, Liverpool. Aku tidak akan bercerita tentang klub sepak bola kesayanganku itu.

Photo by jhorendra

Senja yang berbeda...
Tapi meskipun dengan zona waktu yang sedikit lebih cepat dan tempat yang asing, jingganya masih sama, mempesona! Gradasi warna jingga yang berpadu dengan begitu eloknya. Kapal-kapal bersandar di pinggir dermaga memancarkan siluet yang luar biasa. Terkadang burung-burung terbang lewat begitu saja dengan nyanyian merdunya.
Desiran ombak mengingatkanku bahwa Indonesia memang luas. Jujur, kau tak akan mengenal Indonesia sebelum kau keluar dari "kamar"mu yang nyaman. Kau tak akan tau indahnya Indonesia sebelum kau melihat senja ditempat yang berbeda. Kau pun tak akan pernah tau uniknya Indonesia sebelum kau mengenal orang-orang dari berbagai suku di Indonesia.
Indonesia memang luar biasa bukan?
Bagaimana tidak luar biasa, setiap pembukaan pendaftaran Calon Pegawai Negeri Sipil saja yang mendaftar sampai jutaan orang dengan peluang diterima sangat kecil sekali.
Ah, aku tak akan berbincang tentang penerimaan CPNS di Indonesia. Aku pun tak akan berbicara lebih jauh soal melindungi Indonesia yang luas dan indah ini. Terlalu berat!
Hanya saja, kebetulan aku sedang berada di dermaga, duduk, memandangi laut, menikmati senja dan tersadar bahwa aku sudah tak ada di kota yang istimewa itu lagi.

-----

"Inilah kami. Kami satu tempat pendidikan, tapi kami dipisahkan satu sama lain ke seluruh NKRI. Kami ada dari Sabang sampau Merauke. Tugas yang mulia untuk berperan mengisi kas negara. Bukan semata mencari uang, menjaga tapal batas pun ada di pundak kami. Kami bangga!" - Adib Yahya S. (dengan sedikit perubahan)

Yaah, sejak pendidikan memang sudah diberi doktrin bahwa negara Indonesia itu indah kok. Kita bisa keliling Indonesia gratis kok. Kita bisa mengenal daerah yang sebelumnya belum pernah kita tau.
Bahkan sebelum mulai pendidikan pun sudah ditanya kesiapan ditempatkan di seluruh Indonesia.
Siap? Ah, itu seakan bukan lagi pertanyaan kesiapan. Ya memang harus siap!

-----

Photo by jhorendra
Tarakan, Kalimantan Utara.
Pernah tau daerah itu?
Jika bukan karena tugas, aku pun tak tau. Terbayang pun tidak.

Menjadi abdi negara. Menjadi abdi masyarakat. Yah, begitulah cara mereka menguatkan diri.
Bukannya kita masuk ke lingkungan ini memang sudah memiliki kewajiban menjadi abdi negara, abdi masyarakat? Bukannya itu tugas mulia? Iya, benar.
Tapi, seorang pemuda yang belum genap 20 tahun, kurasa telalu berat jika ngomonhgin soal abdi negara. Memakai seragam kantor saja belum, mau ngomong soal pengabdian. Mengenal instansi saja baru, mau ngomong soal pengabdian.
Seorang abdi tak akan menangis jika mendapat tugas di perbatasan kan?
Seorang abdi tak akan melompat-lompat kegirangan ketika bertugas di kota tetangga kan?
Seorang abdi tak akan mengeluh ditugaskan ditempat yang tidak diinginkan meskipun itu masih satu pulau sementara temannya berada dipulau lain, kan?
Siapa yang akan percaya? Lebih masuk akal bicara soal menghibur diri ditempat yang baru, mungkin seperti mendapatkan spot foto yang bagus dan bisa di upload di akun instagram.

Hanya do'a dan harapan yang menguatkan hati untuk tetap semangat disini. Harapan untuk bisa bertemu lagi dengan orang-orang istimewa yang berdiri hingga kereta berangkat, tempo hari. Harapan untuk bisa beegurau lagi dengan kawan-kawan yang melambaikan tangan di depan gedung SMA. Harapan untuk bisa menikmati kota istimewa, menikmati senja disana, menikmati hari-hari denganmu, mungkin.

Jingga di dermaga perlahan-lahan mulai menghilang. Semakin tak terlihat ujungnya. Lautan hanya terlihat lautan. Pulau seberang pun tampak jauh sekali, walaupun hanya 3 jam saja bisa ditempuh dengan pesawat. 
Yang pasti, dermaga pasti ada ujungnya. Kapal yang bersandar pasti akan berlayar silih berganti diiringi burung-burung yang bernyanyi riang. Orang pasti datang dan pergi, dan rumah adalah tujuan yang tepat untuk kembali, suatu saat nanti.
Jika bukan do'a, harapan, dan tetap berusaha, apa lagi yang bisa dilakukan?



jhorendra.

Rabu, 31 Desember 2014

Hari Terakhir untuk Tahun yang Panjang

Ternyata sudah berada di penghujung tahun 2014, lagi-lagi waktu terlalu misterius untuk dipahami, waktu mempunyai dimensinya sendiri, waktu selalu mempunyai cara untuk menyihir orang-orang dengan mimpi-mimpi panjang selama satu tahun dan tiba-tiba dibangunkan mereka di penghujung tahun.

Sedang menebak kalau saya akan membuat kaledioskop setahun ini? Sayang sekali, tidak!
Terlalu banyak kisah yang bisa saya pilih untuk saya ceritakan, tapi mungkin akan menjadi cerita bersambung yang saya sendiri tak tau kapan mengakhirinya dan darimana memulainya.
Tapi sebelum itu, boleh sebentar saja saya rehat sejenak setelah melewati satu tahun yang sangat panjang?
Saya cukup lelah sebenarnya untuk kembali mengenang apa yang terjadi setahun ini. Banyak hal yang terjadi untuk setahun yang singkat ini. Masih teringat sangat jelas dalam memori otakku yang kadang tak cukup kuat untuk mengingat dan menghafal materi kuliah, hampir setahun yang lalu diawali dengan parade kembang api layaknya perayaan tahun baru di penjuru negeri ini pada umumnya, di kota yang entah mengapa sangat saya cintai, Yogyakarta. Tak pernah mendapat firasat sedikitpun bahwa tahun ini akan menjadi tahun yang hebat, terlalu banyak mendung, hujan dan pelangi yang menghiasi tahun yang panjang ini.

Setiap kejadian pasti memiliki pesan dibaliknya, sekalipun itu kejadian yang sangat membahagiakan maupun yang begitu menyakitkan. Sudah saatnya tidak hanya membuka lembaran yang baru atas semua kejadian yang telah terjadi. Tapi, saatnya menutup buku dengan cerita yang hebat ditahun ini. Perpisahan yang tak hanya sekali dirasakan, pertemuan dengan orang-orang baru, kelulusan atas tahun yang hebat di kampus yang luar biasa, perjalanan yang akan selalu dikenang, tempat-tempat baru yang mengagumkan, banyak hal yang sudah terjadi. Saatnya menyelesaikan buku dengan kata "Tamat" di akhir halamannya. Tak ada salahnya untuk mengambil buku kosong dan mulai menggoreskan cerita baru yang mungkin bisa lebih baik dengan berbagai kejadian yang tak kalah hebat.


"Ajaibnya waktu, masa lalu yang menyakitkan lambat laun boleh berubah menjelma mejadi nostalgia romantik yang tidak ingin dilupakan" - Andrea Hirata, Sang Pemimpi
Selamat tinggal 2014, terima kasih atas kesempatan yang kau berikan untuk saya meninggalkan jejak yang hebat. Terima kasih atas kenangan di setiap sudut tempat yang telah saya lewati. Terima kasih atas pelajaran yang telah kau beri. Terima kasih, dan sayonara!

jhorendra.

Jumat, 17 Oktober 2014

Untuk Kumpulan Orang yang (Katanya) Apatis

"Orang-orang bertemu bukan karena kebetulan semata, tetapi karena memang ditakdirkan untuk bertemu"

Mundur jauh kebelakang kira-kira setahun silam entah pada tanggal berapa, sekelompok remaja yang mengaku sudah dewasa berkumpul di sebuah tempat yang baru bagi mereka, Balai Diklat Keuangan Yogyakarta, tempat pendidikan untuk mahasiswa/mahasisiwi STAN di Jogja.
Akan selalu menjadi hal yang istimewa bila berada di kota yang istimewa, Yogyakarta. 
Mereka adalah orang-orang yang hebat, atau sesekali boleh dibilang orang yang sedikit terganggu kejiwaannya. Orang-orang yang sudah "mapan" di Perguruan Tinggi ternama di Indonesia dengan jurusan yang kadang lebih mentereng dari nama kampusnya. Orang-orang yang ketika sudah lulus dilabeli dengan sebutan "sarjana". Orang-orang yang sudah merasakan gokilnya kuliah di kampus dengan sepatu, celana, baju, jaket penuh dengan berbagai brand terkenal , entah itu KW ataupun hanya sekedar grade ori, walaupun hanya merasakan ospek saja, atau kuliah 4 hari, 2 minggu, sampai ada yang sudah bisa dipanggil senior dengan embel-embel kuliah 2 semester, 4 semester bahkan ada yang sudah 6 semester, setahun lagi udah lulus, sarjana pula! Bisa dipanggil orang-orang yang terganggu kejiwaannya bukan?
Tapi, itulah istimewanya tempat ini, beberapa orang-orang yang terganggu kejiwaannya itu sudah menanggalkan semuanya, sudah melewati segalanya walaupun hanya untuk merasakan kampus, sebenernya sih kantor ya, kampus yang tak kalah istimewa dengan seragam hitam-putih-berdasi setiap memasuki wilayahnya, dengan program diploma satunya. Ya! Diploma Satu!
Standing Applause untuk rekan-rekan STAN Jogja 2013!

Oke, topik kali ini bukan ingin meng-underestimate-kan prodip satu. Hanya mereka yang tidak tau lah yang akan berpikir dua kali ketika bertanya "Kuliah dimana?" dan dijawab dengan "STAN, D-1 blablabla..." Dan sayangnya saya adalah orang yang sangat bangga dengan apa yang telah satu tahun ini saya jalani di Prodip 1 STAN Jogja. 

Memoriku kembali disebuah malam di kawasan Kaliurang, sekelompok orang-orang yang mengaku dewasa sedang duduk melingkar dan dihangati oleh 2 ikat kayu yang dibakar yang kemudian mereka sebut api unggun. Tau siapa mereka? Ya! Kelas Bea Cukai - C STAN BDK Yogyakarta 2013.

Coretan sederhana ini saya buat tentang secuil kisah yang terancang manis untuk kalian orang-orang yang (katanya) apatis, hei kelas BC-C!
Masih teringat secara jelas ketika kita duduk melingkar dan berkesempatan untuk saling berterima kasih dan memohon maaf. Semoga tak ada dendam atas keterbukaan yang sudah terungkap ya kawan.
Masih terngiang dalam telinga ketika kata apatis tiba-tiba menjadi trending topic di acara malam itu. Hei, sebenarnya kalian tidak benar-benar apatis, sesekali kita memang perlu hidup di dunia kita sendiri bukan? Hanya saja kita terlalu sibuk dengan dunia kita masing-masing sehingga tak terasa malam itu adalah malam perpisahan kita, setahun sudah kita bersama dan tiba-tiba kita berpisah tanpa pernah ada malam keakraban di awal.
Bukan ingin mengulangi apa yang pernah saya katakan malam itu, tapi hanya ingin sedikit berbagi rasa syukur pernah satu kelas dengan kalian, kelas BC-C yang sangat sangat saya banggakan. Terlalu memalukan memang saat ini saya menulis ini dengan karakter yang seperti ini. Berani bertaruh, kalian pasti tau apa yang ingin saya tuliskan. Ya! Maaf dan terima kasih!

Dua puluh delapan calon punggawa keuangan negara, diantaranya terdapat delapan gadis yang tak terlalu cantik, berkumpul di kelas yang sudah ditentukan ketua kelasnya oleh sang ketua sendiri. Kalian ingat kapan itu? Aku pun tak terlalu ingat, walaupun setahun itu waktu yang singkat, tapi ternyata banyak hal yang berubah selama setahun berada disini.
Tanpa kalian tau, banyak pelajaran yang bisa saya ambil selama setahun terakhir. Terima kasih telah sedikit menampar wajah saya dan mengingatkan bahwa dunia tak selalu menurut dengan apa yang kita inginkan. Maaf jika saya menjadi orang yang menutup diri. Kau tau kawan, saya tak cukup pandai memposisikan diri jika bertemu dengan orang baru. Saya tak cukup pe-de apakah orang-orang asing bisa menerima keberadaan saya. Hei, saya terlalu aneh dan rumit, kau tau. Jadi, maaf jika saya lebih suka diajak daripada datang dan berbicara panjang lebar agar kalian tau keberadaan saya.
Terima kasih telah sedikit mencubit pipi saya dan menyadarkan bahwa masih banyak karakter manusia di dunia ini, dan saya harus bisa menjadi orang yang lebih cair. Maaf jika saya lebih condong untuk "berteman" dengan orang yang mengakui keberadaan saya dan terkesan lebih memilah-milih teman. Tapi, tak seperti yang terlihat kawan, saya hanya tidak tau apa kelebihan saya sehingga sampai sekarang saya tak tau bagaimana mengatakan kepada orang yang merendahkan saya, "ini lho saya!". Maaf, saya tak cukup pandai berolahraga, saya tak cukup lihai memainkan bola futsal, atau melakukan pukulan keras saat voli. Bahkan sampai sekarang saya tak mempunyai cukup memori untuk mengingat chord lagu-lagu yang kalian suka, maaf saya terlalu cupu untuk tau lagu-lagu mancanegara yang masuk dalam tangga lagu billboard. Atau hanya sekedar menjadi orang yang gokil saja mungkin saya tak bisa. Jadi wajar jika saya tak terlalu kalian "perhatikan" keberadaan saya. Kau tau saya tak punya hape android sehingga tak bisa mengimbangi arah pembicaraan kalian ketika memainkan game, saya juga bukan orang yang suka dengan bus/truck yang bisa jadi bahan bercanda kalian, bahkan mungkin saya juga bukan orang yang realistis. Entah dari sisi mana kalian akan mengingat saya ketika sepuluh, dua puluh, atau berapa puluh tahun lagi ketika kita bertemu.
Tapi kawan, saya sangat berterima kasih bahwa kalian telah menerima saya berada di kelas yang jarang sekali main bareng ini.

Sayang sekali, setahun terlalu singkat untuk saya beradaptasi dengan kalian, ketika semua mulai terasa nyaman, takdir berkata lain. Dimensi waktu memang tak bisa diajak kompromi. Kita sudah harus memulai hidup kita masing-masing.
Terima kasih untuk perpisahan yang luar biasa. Penutupan dari pertemuan yang istimewa. Sayang, kita lulus tak lengkap dua puluh delapan. Semoga jalan yang diambil oleh dia adalah jalan yang terbaik untuknya, dan kita punya jalan kita sendiri, jalan yang terbaik untuk diri kita sendiri.
Terima kasih untuk satu tahun yang istimewa di kota yang istimewa. Terima kasih atas keringat, air mata, senyum, tawa, keceriaan, pertengkaran, emosi, lelah, dan semua yang pernah kita lewati bersama. Tak pernah ada penyesalan bahwa saya pernah berada satu kelas dengan kalian.

Semoga kita menjadi pribadi yang lebih baik. Semoga kita menjadi pribadi yang bisa menempatkan diri pada situasi yang tepat. Semoga kita menjadi pribadi yang tak malu mengucapkan maaf, tolong dan terima kasih. Semoga pesan-pesan malam itu, pesan dari dua puluh tujuh personil BC-C, jangan pernah dilupakan ya!

Maaf dan Terima kasih!
Adib, Aidil, Amel, Andre, Nana, Arba, Bagus, Brian, Danar, Dea, Mbak Dita, Seno, Ang, Galih, Hana, Faris, Ilham, Krishna, Hida, Hanif, Ole, Ridwan, Rizky, Tito, Vega, Yuda. Terima kasih telah bertahan dan berjuang bersama, maaf untuk hal-hal yang tidak berkenan selama setahun ini, Semoga persahabatan dan persaudaraan kita tetap terjaga.

Kenanglah sahabat, kita untuk selamanya....


"Jejak kecil langkah kita ini hanyalah awal dari perjalanan kita yang panjang. Teruslah melangkah kawan, jika kau lelah berhentilah sejenak dan ingatlah bahwa kita pernah memulai bersama disini, kita pernah berjuang bersama disini, kita telah banyak berkorban, jangan pernah kau sia-siakan dua puluh tujuh orang yang pernah berdo'a bersama untuk kesuksesan kita!"

Nice to know you!


jhorendra.

Sabtu, 27 September 2014

Rumah Kosong



Wajahku pucat. Suaraku hilang. Dan aku hanya bisa tertunduk didepan pintu yang sedang terkunci.

Tak kuat lagi aku berteriak-teriak memanggil-manggil namamu, hampir tiga jam ku gunakan seluruh tenagaku untuk berteriak didepan pintu, mengelilingi seisi rumah, tak ada satupun yang keluar dari rumah yang penuh kenangan ini. Bahkan, jendela yang jumlahnya sampai sekarang aku tak tau berapa, tak satupun yang terbuka.

Kosong.

Tiga jam aku menunggu didepan pintu, ternyata penghuni rumah ini tak ada yang pulang juga. Aku hanya bisa duduk di lantai, didepan pintu, sembari berharap kekosongan ini akan segera berakhir.

Kemana kau?

Serangga, sarang laba-laba, debu, tanaman liar yang mulai meninggi, sudah berapa lama kau tak pulang ke rumah? Atau, kau hanya sekedar ada di rumah ini tapi tak pernah kau rawat?

Hei, aku pulang.

Bolehkah aku tau dimana kau sekarang? Atau sekedar ijinkan aku mengetahui keadaanmu hari ini?
Maaf jika aku melewatkan beberapa senja bersamamu. Sekarang lihatlah, aku duduk ditempat pertama kali kita berangan-angan untuk membuat rumah disini, ya, aku duduk di teras tempat kita dulu pernah menikmati senja berdua bersama secangkir kopi kesukaanmu.

Tapi, kau sekarang dimana? Tak sudikah kau merawat rumah ini lagi? Atau kau akan biarkan rumah ini terkunci?

Hei, aku disini, aku pulang.



 jhorendra.

Minggu, 14 September 2014

Juli... Agustus... September...

Juli... Agustus... September...

Ternyata tak semudah itu menuliskan beberapa kalimat yang sudah terangkai indah dalam salah satu ruang di otak kita. 

"Kemana saja kau selama ini? Tiga bulan sudah kau hilang, tiga bulan sudah kau tak menampakkan batang hidungmu, bahkan memberi kabar lewat pesan singkat pun kau tak sempat."
Aku hanya terdiam, tak ada satu suara pun keluar dari mulutku.
"Ah, beralasan pun tak ada gunanya, dia bukan tipe orang yang dengan mudah menerima alasan dariku" Ucapku dalam hati.
Aku memang salah, senja itu terakhir kali aku bertemu dengannya, tiga bulan yang lalu ketika mentari pencarkan sisa-sisa sinarnya dengan indah, aku sudah berjanji akan menuliskan sesuatu untuknya setiap bulan.
Tapi ternyata aku memang tak begitu mahir dalam bermain dengan kata-kata. Ini terlalu rumit bagiku untuk mencoba menulis dan menuangkan ide dalam rangkaian kata yang mudah kalian mengerti.
Juni, tiga bulan yang lalu, terakhir kali aku menulis untukmu, dengan gaya bahasa yang aku sendiri tidak begitu paham apa maksudnya. Seharusnya aku malu ketika aku mempromosikan goresan tintaku ini kepada rekan kerjaku di kantor beberapa hari yang lalu, tapi sampai sekarang masih rapi tersimpan di dalam folder draft di e-mailku, dengan tujuan alamat e-mailmu.
Aku tidak terlalu percaya diri dengan hasil tulisanku. Aku siapa? Aku punya apa?
Aku bukan seorang penulis dan hanya orang biasa yang mencoba menulis di sebuah blog sederhana dengan nama yang "tidak jelas". Hanya sebuah blog yang berisi postingan-postingan copas dari berbagai sumber. Hanya sebuah blog yang berisi satu atau dua postingan hasil karya sendiri. 
Apa yang bisa aku banggakan?

Awalnya memang hanya ingin "sekedar punya" blog. Tapi ternyata menulis memang menyenangkan. Melihat karya dari rekan lamaku yang rutin membuat tulisan di blog pribadinya kadang membuat jemari kecil ini gatal untuk beradu dengan keyboard laptop, yang memang sudah merayu untuk segera menghasilkan setidaknya satu karya setiap bulan. Tapi ternyata aku tidak begitu cocok dengan bidang ini. Menulis itu memang susah, seperti seorang insomnia yang mencoba menutup mata tapi tak bisa tertidur pulas.

Banyak hal yang terjadi semenjak terakhir kali aku bertemu denganmu, Juni, tiga bulan yang lalu. Banyak kejadian, banyak pula pelajaran yang aku dapatkan. Tapi apa boleh buat, lengan ini masih belum terlatih untuk mulai memilih irama huruf diatas keyboard laptop kesayanganku. Otak ini masih terlalu gelap untuk membuat ide-ide baru. Selain itu, aku masih belum bisa menggerakkan badanku agar bisa bersinergi dengan keinginanku untuk menulis. Dan aku memilih untuk diam dan menghilang dari kehidupanmu, tiga bulan yang lalu.

Maaf, tak kusangka kau begitu khawatir dengan keadaanku. Kau datang hari ini dengan wajah yang gelap, tak ada lagi wajah ceriamu, dengan senyum disetiap kata yang keluar dari mulutmu. Maafkan aku, aku tak bermaksud untuk meninggalkanmu, aku tak bermaksud. Aku hanya ingin menenangkan diri sejenak, sebelum aku menjadi diriku lagi.

Hei, sekarang aku punya banyak waktu untukmu. Aku punya banyak cerita luar biasa semenjak terakhir kali kita bertemu, sudah lama sekali rasanya. Banyak sekali yang ingin aku ceritakan, dan aku yakin kau punya banyak kisah yang pantas untuk aku dengarkan bukan? Bisakah kita duduk disini, memandangi senja dan hanya ada aku dan kamu?

Ku usap air matamu, dan mulai lagi ku goreskan tinta dalam lembaran-lembaran putih didepanku. Aku ingin mulai menulis lagi. Ingin ku tulis cerita baru tentang aku, tentang kamu, tentang semua yang ada di kehidupan kita, dan tak ingin ku akhiri cerita ini dengan air mata (lagi)....




jhorendra.

Minggu, 01 Juni 2014

Baru

Waktu adalah sesuatu yang kasat mata ataupun tidak yang tidak bisa berkompromi dengan makhluk Tuhan.
Kadang kau rasakan semenit menjadi sangat lama, tapi disisi lain kau akan sadar bahwa kau telah lama meninggalkan masa kecilmu.
Kita telah melewati beberapa dekade dalam hidup kita. Banyak kejadian yang telah mampir dalam hidup kita. Sangat senang, senang, sedih, sangat sedih, bingung, hancur, banyak hal yang telah kita pelajari. Dunia telah mengajarkan kita menjadi orang yang baru setiap tahunnya, tidak, setiap hari, bahkan setiap detik kita menjadi orang yang baru.

Terkadang kita memang dituntut untuk berubah menjadi lebih baik dari sebelumnya. Tak dapat dipungkiri memang, paling tidak setiap kita mengulang hari kelahiran kita, selalu ada ucapan disertai do'a "semoga lebih....semoga berubah.....semoga menjadi....semoga..."
Menjadi sesuatu hal yang wajib bahwa menjadi seorang manusia kita harus selalu menjadi pribadi yang lebih baik. Bahkan ada pepatah mengatakan "Esok harus lebih baik dari hari ini."

sumber gambar
"Berubahlah, ketika memang kau siap dan mau berubah untuk lebih baik dan dewasa"

Sebuah kalimat yang jika dilihat secara kasat mata menjadi sangat bertentangan dengan apa yang sudah saya sampaikan diatas.
Jika kita ditanya siapkah kita menjadi orang yang baru? Siapkah  kita untuk berubah? Siapkah kita untuk menjadi orang yang lebih dewasa?
Kita akan selalu menjawab tidak siap jika kita ditanya perihal kesiapan. Kesiapan adalah sebuah paksaan yang harus dilakukan, bukan sebuah opsi apakah kita siap atau tidak. 
Apakah sebelum kita mendapat "pelajaran" kita ditanya terlebih dahulu? Tidak.
Apakah ketika harus melewati "ujian" kita dipersilahkan untuk bersiap-siap? Ya, kita memang diperbolehkan belajar dari "ujian" yang sebelumnya, tapi kita tidak pernah tau materi ujian yang akan kita hadapi kan?
Kita kadang harus jatuh untuk bangkit lagi, kita kadang harus mundur untuk melompat lebih jauh lagi.
Apakah menjadi orang yang baru akan semudah itu? Tidak.

"Besi perlu dibakar dan ditempa berkali-kali sebelum jadi pedang yg tajam. Iya, berkali-kali bukan satu-dua kali."

Menjadi orang yang baru. Kita tidak perlu benar-benar berubah bukan? Kita tidak perlu benar-benar meninggalkan "sesuatu" dalam diri kita kan?
Karena ada sesuatu pada diri kita yang memang harus seperti ini.

Kita tidak perlu menjadi seseorang yang baru, kita hanya perlu menjadi seseorang yang lebih baik.
You are better than what you think you are


Thanks to mom, dad, brother, sister, friends and you, who became my inspiration to make this post

jhorendra.

Jumat, 30 Mei 2014

Berada di Persimpangan Jalan


ilustrasi gambar oleh jhorendra
Pernah ke suatu tempat yang belum pernah kamu datangi sebelumnya? Apa yang kamu rasakan ketika berada disana dan sendirian?
Seperti itu yang terjadi sekarang. Bingung harus ngapain. Bingung harus kemana. Bingung harus bagaimana. Bingung bingung bingung. 
Pernah bosan berada dirumah dan ingin sekali keluar? Tapi ketika kamu sudah berada diatas motor, menyalakan mesin, mulai berjalan, dan saat yang sama kamu baru sadar bahwa kamu tidak punya tujuan dan sendirian. Pernah?
Seperti itu yang terasa sekarang. Sudah mengerti bahwa ini yang dinamakan bingung. Seketika itu tak tau harus berbagi dengan siapa kebingungan ini. 

Pernah kamu berusaha mencapai sesuatu tapi hasil yang kamu dapatkan tak sememuaskan apa yang orang lain dapat? Padahal menurutmu dia tidak melakukan hal yang selevel dengan levelmu, padahal menurutmu dia tidak berusaha sekeras yang kamu lakukan. Pernah?
Pasrah lah jawabannya. Mau bagaimana lagi? Menyesal dan mengulang agar hasilnya berbeda? Waktu tidak se-friendly itu. Waktu tak akan mudah diajak berkompromi. Waktu terlalu keras kepala untuk kembali mengulang semuanya. 
Dan saat kamu mengetahui hasilnya, kamu hanya bisa bergumam "Mungkin ini sudah yang terbaik." Pernah?
Memang tak akan ada gunanya lagi berpikiran negatif atas hasil yang didapat. Berpikir positif mungkin akan menjadi hal yang tepat dan cukup bijak. Orang lain mungkin tidak berusaha sekeras kamu, itu menurutmu kan? Mungkin yang kamu lakukan memang belum maksimal, tapi yang orang lain lakukan itu adalah batas maksimalnya. Mungkin dia berusaha dengan sungguh-sungguh dan kamu tak cukup sungguh-sungguh jika dibandingkan dengan dia. Mungkin juga kemauan dia lebih tinggi dari kamauanmu sendiri.
Mungkin juga, mungkin juga, mungkin mungkin mungkin. 
Banyak kemungkinan memang didunia ini. Dan yang perlu kita lakukan hanya berpikir positif dan belajar dari apa yang sudah terjadi.

Pernah kamu diam, menutup mata dan berharap ada yang menarikmu keluar dari kebingungan ini? Pernah?
Padahal kamu sadar bahwa tak akan secepat itu ada orang yang akan datang, dan memang tak semudah itu keluar dari suatu kebingungan yang kamu sendiri tak tau penyebabnya.

Keinginan memang tak akan selalu sesuai dengan kenyataan. Tapi tanpa keinginan, tak mungkin ada jalan untuk mencapai semua yang terbaik yang bisa dicapai.
Kebingungan memang seperti sebuah persimpangan jalan. Kamu bisa ke kanan, ke kiri, atau tetap memilih jalan lurus kedepan. Setiap jalur yang dipilih ada kelebihan, kekurangan, ancaman dan keuntungan sendiri-sendiri. Yang terpenting adalah lakukan yang terbaik untuk mendapatkan hasil yang terbaik. Dan pelajari yang positif untuk memacu kita berpikir positif. Semua ada jalannya.

Semangat untuk waktu yang akan datang. Jadikan hari ini lebih baik dari kemarin, dan jadikan esok lebih baik dari hari ini.


jhorendra.

Terima kasih sudah berkunjung

 

padepokan abu-abu Copyright © 2015 -- Powered by jhorendra